Asap menyesakkan tak jarang dikeluhkan oleh pengguna kompor biomassa. Muhammad Nurhuda, peneliti dari Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, menemukan dua metode untuk menyirnakan asap agar sepenuhnya berubah menjadi energi panas yang menyatu dengan lidah-lidah api. Nawa Tunggal

Saya menangkap panas dari hasil pembakaran biomassa yang terbuang percuma ke samping. Ini metode yang pertama kali untuk memperoleh gasifikasi terpanaskan sampai 200 derajat celsius, kata Nurhuda di Malang, saat dihubungi, Kamis (10/6).
Metode kedua, lanjut Nurhuda, yaitu mengupayakan aliran udara sekunder pada lapis tabung ketiga. Ini dialirkan ke bagian atas menuju nyala api, kemudian diarahkan ke bawah sehingga berlawanan dengan panas vertikal dari tungku pembakaran biomassa.
Dengan mengandalkan dua metode itulah diperoleh nyala api yang bersih dari asap.
Dengan briket jerami seharga Rp 1.500 per kilogram, kompor itu bisa bernyala sampai dua jam dengan warna api biru seperti nyala api dari elpiji. "Berbeda dengan tabung-tabung elpiji kecil seperti sekarang, kompor biomassa ini tidak bisa meledak," ujar Nurhuda.

Energi bersih

Nurhuda menyebut kompor biomassa dengan sistem gasifikasi terpanaskan dan pembakaran secara turbulen itu sebagai Kompor UB-03. Kompor UB-03 merupakan penyempurnaan dua generasi sebelumnya. "Kompor UB-03 menjawab tantangan energi bersih dengan teknologi tepat guna," kata Nurhuda.
Dia menguji coba Kompor UB-03 mampu mendidihkan 12 liter air dalam waktu 40-50 menit hanya dengan 600 gram potongan ranting-ranting kecil. Jika dibandingkan dengan tungku-tungku tradisional, penggunaan bahan bakar biomassa dengan Kompor UB-03 mampu menghemat sampai 80 persen.
Kompor UB-03 juga direkomendasikan untuk pengurangan emisi dari penggunaan briket batu bara. Caranya, dengan mencampurkan biomassa sampah-sampah organik dengan batu bara yang dihancurkan menjadi butiran kecil.
Menurut Nurhuda, briket jerami yang pernah diperoleh dari Bali seharga Rp 1.500 per kilogram. Briket sampah organik dipadukan dengan batu bara diperkirakan bisa menurunkan ongkos produksi menjadi Rp 1.000 per kilogram.
Nurhuda memperoleh kesempatan mengembangkan riset teknologi tepat guna untuk energi bersih dari biomassa ini atas dukungan Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia. Yayasan ini menginduk pada Recognition and Mentoring Program (RAMP).
RAMP adalah sebuah program filantropis dari Amerika Serikat. Aktivitasnya menunjang kesejahteraan masyarakat melalui inovasi-inovasi teknologi.
Nurhuda bersama tim sejak 2003 berhasil mengembangkan teknologi energi bersih lainnya, meliputi alat pemanas dengan sumber energi matahari, kompor matahari, dan pemanas air menggunakan sinar matahari. Selanjutnya, Kompor UB-01, Kompor UB-02, dan terakhir kalinya Kompor UB-03.
"Untuk diimplementasi bagi masyarakat banyak, biaya produksi Kompor UB-03 cukup terjangkau," kata Nurhuda.

Hak paten

Nurhuda mengatakan, Kompor UB-03 paling berpotensi untuk dikembangkan. Guna menunjang kompetisi yang sehat dan inovasi berikutnya, Kompor UB-03 pun dipatenkan. "Ada tujuh klaim yang didaftarkan untuk mendapatkan paten," kata Nurhuda.
Ketujuh klaim itu meliputi susunan komponen kompor, ciri lubang pembakar asap (burner) pada sisi miring untuk menciptakan pembakaran turbulen, ciri aliran udara dari burner yang menyongsong arah gerak asap dari bahan bakar biomassa.
Kemudian klaim terhadap ciri lubang burner tambahan pada sisi tegak bagian atas tabung pembakaran, keberadaan tabung pre-heating (untuk pemanasan gasifikasi) yang melingkupi tabung pembakaran biomassa, sekat pemisah udara di dalam tabung pre-heating, dan klaim terhadap keberadaan panel pengontrol debit aliran udara yang masuk ke tabung pre-heating.
Menurut Nurhuda, kunci inovasi yang ditemukannya itu terletak pada gerak turbulen. Gerak turbulen itu yang menyebabkan pembakaran menjadi sempurna. Gerak turbulen seperti gerakan mengaduk.
Gerakan turbulen itu ditimbulkan aliran gasifikasi terpanaskan dan aliran udara sekunder. Tetapi, alirannya mengarah ke bawah, bertolak belakang dengan nyala api yang ke atas dari sumber pembakaran biomassa.
"Ini sebagai prinsip counter flow burning mechanism, yaitu mekanisme aliran udara melawan arah api ke atas. Itu menyebabkan pembakaran yang lebih efisien," kata Nurhuda.
Dengan mekanisme itu, diperoleh keuntungan selain asap bahan bakar lebih sempurna terbakar, juga sebagian lidah api yang menjulur ke bawah menyebabkan suhu ruang bawah makin tinggi.
Kenaikan suhu ruang bawah mempermudah proses gasifikasi terpanaskan. Pemanfaatan suhu gasifikasi yang mencapai 200 derajat celsius merupakan efisiensi pemanfaatan panas dari pembakaran sumber biomassa.
Nurhuda juga merancang ukuran tabung biomassa tidak berupa silinder lurus. Pada bagian bawah dibuat makin besar volumenya.

"Dengan volume bahan bakar makin besar, biomassa yang digunakan bisa lebih banyak. Penggunaan kompor pun bisa terus-menerus tanpa harus mengisi ulang saat digunakan," kata Nurhuda.
Inovasi Kompor UB-03 menghadirkan kepraktisan penggunaan bahan bakar biomassa. Nurhuda, bahkan, ingin merancang Kompor UB-03 berukuran mini yang bisa diaplikasikan di militer.
Bagi masyarakat di pelosok yang mengalami kesulitan mendapat bahan bakar konvensional seperti minyak tanah atau elpiji seperti sekarang, Kompor UB-03 menawarkan solusinya.
Sumber : Kompas, 11 Juni 2010
N


Blogger Template by Blogcrowds


Copyright 2008 | Blogger Templates by GeckoandFly modified and converted to Blogger by Blogcrowds.

Distributed by Blogger Templates